Pakaian Adat Minangkabau dan Penjelasannya
Pakaian Adat Minangkabau |
gadang.Seorang wanita yang telah diangkat menjadi bundo kanduang (bunda kandung) memegang peranan penting dalam kaumnya. Tidak semua wanita dapat menjadi bundo kandungan. Ia haruslah orang yang arif bijaksana, kata-katanya didengar, pergi tempat bertanya dan pulang tempat berita. Ia juga merupakan peti ambon puruak , artinya tempat atau pemegang harta pusaka kaumnya. Oleh karena itu memiliki pakaian adat yang berbeda dengan wanita lainnya. Seperti juga pada pakaian penghulu, masing-masing daerah adat di Minangkabau memiliki variasinya masing-masing. Tetapi umumnya kelengkapan pakaian bundo kanduang terdiri dari tengkuluk, baju kurung, kain selempang, kain sarung, dan berhiaskan anting-anting serta kalung.
Pakaian Adat Minangkabau sebagai Pakaian Pengantin
Pakaian adat merupakan pelengkap bagi sebuah pernikahan adat, beberapa tradisi di Indonesia tetap memegang teguh pakain adat ini untuk nantinya diwariskan kepada anak cucunya. Kita ketahui bersama bahwa suku di Indonesia sangat beragam, oleh karena itu pernikahanadat.blogspot.com akan berusaha mencari dan membantu para calon pengantin yang ingin mengetahui tentang busana pernikahan adat di daerahnya.Pakaian Minangkabau sebagai Pakaian Pengantin
Dalam alek di minangkabau pada umumnya pengantin wanita menggunakan
suntiang. Suntiang adalah hiasan kepala pengantin perempuan di
Minangkabau atau Sumatra Barat. Hiasan yang besar warna keemasan atau
keperakan yang khas itu, membuat pesta pernikahan budaya Minangkabau
berbeda dari budaya lain di Indonesia. Perempuan minangkabau mesti
bangga dengan budaya minangkabau, terutama soal pakaian pengantin.
secara turun temurun, busana pengantin Minangkabau sangat khas, terutama
untuk perempuannya, yaitu selain baju adat-nya baju kurung panjang dan
sarung balapak, tak ketinggalan sunting.
Sedangkan untuk hiasan kepala sebenarnya beragam bentuknya. Saat ini,
hiasan kepala "Suntiang Kambang” asal Padang Pariaman lah yang di lazim
digunakan di Sumatera Barat. Padahal ada banyak bentuk hiasan kepala,
ada yang berupa sunting Pisang Saparak (Asal Solok Salayo), Sunting
Pinang Bararak(Dari Koto nan Godang Payakumbuh), Sunting Mangkuto (dari
Sungayang), Sunting Kipeh (Kurai Limo Jorong), Suntiang Sariantan
(Padang Panjang), Suntiang Matua Palambaian, dll.
Tidak hanya sunting, di beberapa daerah juga mengenakan Tikiluak Tanduak
dengan beragam bentuk, seperti tikuluak tanduak batipua, tanduak lilik
(payakumbuh), Tanduak Balenggek dari Sungayang, Tanduang dari Lintau
Buo, termasuak Tikuluak Kecubung dari Magek. Dan ada yang hanya berupa
kain yang di lekapkan ke kepala, yaitu tengkuluk khusus yang disebut
talakuang serta baju kurung yang disebut Batabue atau Bertabur, seperti
di Koto Gadang. Sayangnya, beragam hiasan tersebut sudah jarang
digunakan. Disamping karena ketidak laziman juga karena ketidak tahuan
kita. Sehingga, hanya Suntiang Gadang lah yang dianggap betul-betul baju
Anak Daro di Minangkabau.
Suntiang sendiri dirangkai menggunakan kawat ukuran satu perempat yang
dipasang pada kerangka seng aluminium seukuran kepala. Pada kawat itu
dipasang sedikitnya lima jenis hiasan. Kelima hiasan itu dinamakan
suntiang pilin, suntiang gadang, mansi-mansi, bungo, dan jurai-jurai.
Besarnya sebuah suntiang diukur dengan jumlah mansi atau kawat. Suntiang
paling besar ukurannya 25 mansi, kemudian 23 mansi, dan 21 mansi yang
paling umum dipakai saat ini. Suntiang yang dibuat juga dibagi tiga
jenis berdasarkan bahan. Yang lebih berat dan mahal yang masih dibuat
saat ini terbuat dari mansi padang (sejenis seng aluminium kuningan).
Kemudian mansi kantau atau biasa, dan yang sekarang mulai banyak
dipakai, terutama untuk pelajar, suntiang dari plastik yang jauh lebih
ringan. Tapi yang paling bagus sebaiknya nanti dibuat dari titanium,
sayangnya masih mahal.
Suntiang tidak terlepas dari perangkatan pakaian limpapeh Rumah nan
Gadang di Minangkabau. Suntiang ini dipakai oleh anak gadis yang
berpakaian adat maupun oleh pengantin wanita. Mengenai jenis dan nama
suntiang ini berbagai ragam. Secara garis besar jenis suntiang ini
adalah sbb :
1. Suntiang bungo pudieng (suntiang berbunga puding)
2. Suntiang pisang saparak (suntiang pisang sekebun)
3. Suntiang pisang saikek (suntiang pisang sesisir)
4. Suntiang kambang loyang (suntiang pisang sesisir)
Dari segi ikat (dandanan) dengan segala variasinya suntiang ini dapat
pula dibedakan, suntiang ikat pesisir, suntiang ikat Kurai, suntiang
ikat Solok Selayo, suntiang ikat Banuhampu Sungai Puar, suntiang ikat
Lima Puluh Kota, suntiang ikat Sijunjung Koto Tujuh, suntiang ikat
Batipuh X Koto, suntiang ikat Sungayang, dan Lintau Buo.
Suntiang ikat bungo pudieng banyak dipakai didaerah Batipuh Tanah Datar.
Suntiang pisang separak banyak dipakai didaerah Luhak Lima Puluh Kota,
Solok, Sijunjung Koto Tujuh, dan Sungai pagu. Suntiang pisang sasikek
banyak dipakai di daerah Pesisir. Suntiang kambang loyang banyak dipakai
di daerah lain.
Untuk baju, Minangkabau hanya mengenal dua jenis baju, yaitu baju kurung
basiba dan baju kurung melayu (kebaya panjang). Baju ke dua ini lazim
digunakan di daerah psisir barat, parang dan pariaman. Demikian juga
halnya dengan warna, baju adat MinangKabau punya warna-warna pakem yang
menjadi ciri khasnya. baju kurung warna merah dan gold sebagai ciri
daerah Padang dan warna hitam sebagai ciri daerah Solok.
Baju-baju adat MinangKabau yang biasanya adalah semacam baju kurung yang
longgar (tidak ketat), tebal (tidak transparan, tidak menerawang, tidak
tembus pandang), sopan, tertutup mulai dari leher sampai ke mata kaki
dan dihiasi dengan tutup kepala yang bentuknya beraneka ragam sesuai
dengan daerah asal yang lebih spesifik. Oleh karena baju adat
minangkabau yang cenderung tertutup, longgar dan tidak transparan ini,
maka sangat mudah memadukannya dengan jilbab tanpa menghilangkan unsur
budaya aslinya.
Perlengkapan pakaian adat Limpapeh Rumah Nan Gadang dibuat oleh orang
Minangkabau sendiri. Ada daerah yang cukup terkenal dengan pandai sulam
ini di Minangkabau seperti Padang, Pariaman, Tanjung Sungayang, Batipuh
Bunga Tanjung, Koto Gadang, Payakumbuh. Sedangkan Pandai Sikat terkenal
dengan tenunan kain upieh (kain balapak). Bukittinggi terkenal sebagai
tempat penjual suntiang dalam berbagai bentuk dan ukuran. Umumnya biro
tata rias anak daro di seluruh Sumatera Barat, bahkan di luar provinsi
itu, termasuk Jakarta membeli suntiang ke toko-toko di Bukittinggi.
Tapi, suntiang sendiri sebenarnya dibuat sekelompok perajin di Kampung
Pisang, Kecamatan Empat Koto, Kabupaten Agam. Sayang, hal ini tak banyak
diketahui orang.
Makna Simbolik yang Terkandung dalam Busana Adat Minangkabau
1. Busana Bagian Atas
Tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek adalah penutup kepala yang terbuat
dari kain balapak. Perlengkapan ini bentuknya seperti tanduk (runcing)
yang berumai emas atau loyang sepuhan. Makna simbolik dari perlengkapan
ini adalah kepemilikan rumah gadang. Artinya, orang yang mengenakannya
adalah bundo kanduang (pemilik suatu rumah gadang).
2. Busana Bagian Tengah
Baju kurung dengan warna hitam, merah, biru, atau lembayung yang dihiasi
dengan benang emas dan tepinya diberi minsai bermakna simbolik,
terutama minsai-nya, bahwa seorang bundo kanduang dan kaumnya harus
mematuhi batas-batas adat dan tidak boleh melanggarnya. Sementara,
balapak yang diselempangkan dari bahu kanan ke rusuk kiri bermakna
simbolik bahwa seorang bundo kanduang bertanggung jawab melanjutkan
keturunan.
3. Busana Bagian Bawah
Kain sarung (kodek) balapak bersulam emas bermakna simbolik
kebijaksanaan. Artinya, seorang bundo kanduang harus dapat menempatkan
sesuatu pada tempatnya, sebagaimana yang diibaratkan oleh pepatah
“memakan habis-habis, menyuruk (bersembunyi) hilang-hilang”.
4. Perhiasan
Selain pakaian ada pula beberapa perhiasan atau aksesoris yang digunakan
oleh bundo kanduang. Perhiasan tersebut terdiri dari seperangkat
kaluang (kalung) yang terdiri dari sembilan macam bentuk, seperangkat
gelang dan cincin yang juga terdiri dari bermacam bentuk.
Perhiasan-perhiasan tersebut pada umumnya terbuat dari bahan emas dan
batu alam. Perhiasan seperti seperangkat kaluang dan galang serta cincin
memiliki perbedaan yang khusus jika dibandingkan dengan perhiasan
wanita pada umumnya, sebab merupakan simbol-simbol yang mengandung
norma-norma dan nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
kehidupan bermasyarakat. Jadi, dapat dikatakan bahwa perhiasan yang
dikenakan oleh bundo kanduang tidak hanya berfungsi untuk memperindah
penampilan, melainkan juga memiliki makna tertentu yang terkait dengan
adat istiadat Minangkabau. Kalung dan gelang tersebut hanya dipakai pada
saat dilaksanakan upacara adat dimana bundo kanduang hadir dengan
segala kebesarannya sebagai seorang pemimpin adat. Berikut ini adalah
beberapa macam perhiasan (kalung, gelang dan cincin) yang biasa
digunakan oleh bundo kanduang di dalam melaksanakan upacara adat.
Nilai Luhur yang terkandung dalam Pakaian Adat Minangkabau
Fungsi busana bagi seseorang tidak hanya sekedar sebagai pelindung tubuh
dari cuaca dingin dan teriknya sinar matahari, tetapi juga mempunyai
fungsi lain dalam struktur sosial suatu masyarakat. Dari busana yang
dikenakan oleh seseorang dapat diketahui status sosial orang yang
bersangkutan dalam masyarakatnya. Pada masyarakat Minangkabau misalnya,
busana adat yang dikenakan oleh para pemangku adat (datuk dan sutan)
berbeda dengan orang kebanyakan, sehingga orang mengetahui secara persis
status sosial si pemakainya. Demikian juga busana yang dikenakan oleh
bundo kanduang berbeda dengan perempuan kebanyakan. Busana yang
dikenakan oleh bundo kanduang juga tidak hanya sekedar busana, tetapi di
baliknya ada makna simbolik yang sarat dengan nilai-nilai yang pada
gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan. Nilai-nilai
itu adalah: kepimpinan, keteguhan dan kebertanggung-jawaban,
kebijaksanaan, kehematan, kerja keras, ketauladan, ketaqwaan,
pengayoman, dan ketaatan.
Nilai kepemimpinan tercermin dalam makna simbolik penutup kepala disebut
tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek. Penutup kepala ini adalah sebagai
simbol seorang pemimpin dalam rumah gadang.
Nilai keteguhan dan kebertanggung-jawaban tercermin dalam makna simbolik
minsai dan balapak. Minsai adalah simbol bahwa seorang bundo kandung
dan kaumnya tahu persis tentang adat dan tidak boleh melanggarnya.
Sedangkan, balapak adalah simbol penerus keturunan. Artinya, seorang
bundo kandung bertanggung jawab melanjutkan keturunan.
Nilai kebijaksanaan tercermin dalam makna simbolik kain sarung (kodek)
balapak bersulam emas, yaitu seorang bundo kanduang harus dapat
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sedangkan, nilai kehematan tercermin
dalam makna simbolik dukuah nasura, yaitu orang hidup mesti dapat
menerapkan sikap mental hemat.
Nilai kerja keras tercermin dalam makna simbolik dukuah palam, yaitu
hidup tidak boleh menyerah (pasrah) tetapi harus berpikir, berbuat dan
berjuang untuk memperoleh sesuatu demi kesejahteraan manusia.
Nilai ketauladanan tercermin dalam makna simbolik dukuah uang dukat,
yaitu bundo kandung merupakan cermin seorang perempuan Minangkabau yang
dapat menjadi pengayom bagi kaumnya dalam menjalani kehidupan.
Nilai ketaqwaan tercermin dalam makna simbolik: dukuah rago-rago, dukuah
pinyaram, kaban ketek, kaban manangah dan Kaban gadang, Rukun Islam
yang harus dilaksanakan oleh setiap orang Minangkabau, khususnya yang
menganut agama Islam.
Nilai pengayoman tercermin dalam makna simbolik galang ula tigo balik,
yaitu paga diri yang berguna untuk melindungi seluruh anak kemenakan
(kaum) bundo kanduang. Artinya, seorang bundo kanduang diharapkan dapat
melindungi nagarinya dari kerusakan atau kekacauan.
Nilai Ketaatan tercermin dalam makna simbolik galang gadang, yaitu
sebagai pamagar (pagar). Artinya, semua tindakan atau tugas yang
dilaksanakan oleh bundo kanduang harus sesuai dengan aturan adat dan
disetujui oleh mamak atau panghulu. (gufron)
lumayan cantik juga pakaian adat minang kabau
BalasHapusBaju bundo kanduang ini apa boleh di pakai semua orang atau hanya orang terentu saja yang boleh makainya
BalasHapus